Sabtu, 12 November 2016

Kecewa dengan Dokterr Ruman - UGD RSI

RSI A Yani
Sewaktu saya ke UGD, saya ingin periksa. Saya ingin langsung diinfus karena kondisi saya sudah lemas. Namun dr Ruman ini dengan pongah nya menyuruh saya untuk cek darah dulu. Saya tidak mau dua kali disuntik jarum!! Karena kondisi saya sudah lemah, panas sudah 38 derajat. Di RSI A. Yani beda dokter, beda persepsi.
Dilain waktu saya pernah dibilangi oleh seorang dokter bahwa tingkat kegawatan itu salah satunya adalah panas tubuh 38 derajat.
Nah Si Dokter muda yang bernama Ruman ini menyatakan kalau belum 39 derajat tidak boleh masuk/opname.
Dokter ini kelihatan bengis sekali karena nadanya yang tinggi!!Seolah tidak ada empaty sama sekali kepada pasien!!
Semoga dokter ini segera bertaubat dan memperbaiki dirinya. Saya doakan semua dokter semoga diberi kejernihan hati dalam menangani pasien. Amiin

Sabtu, 22 Oktober 2016

Pengalaman Operasi Bypass Jantung di RSUD Soetomo

Setelah proses caterisasi (percobaan pemasangan ring)ga bisa pasang ring, saran dokter adalah bypas. Definisinya kurang lebih memotong urat kaki ke urat jalur jantung yang tersumbat. Supaya suplai darah yang tersumbat dapat lancar kembali tanpa memotong urat yang tersumbat.
2 minggu sebelum operasi, pasien sudah disuruh masuk ruang IRNA Bedah. lalu mengurus askes supaya bisa dapat kamar. Setelah masuk IRNA bedah, pasien akan diperiksa oleh beberapa dokter spesialis, diantaranya : THT, Paru, gigi, gula. 2 yang pertama pasien dibawa ke poli ybs bersama2 petugas pendorong kursi roda. hari pemeriksaan tidak menentu, tergantung jadwal dari dokter ybs (saya kebetulan ditangani Prof Paul), bisa jadi 1 hari penuh tidak di apa2 kan, hanya menunggu dikamar. setelah seluruh dokter merapatkan apakah pasien layak di operasi. satu hari sebelum operasi, keluarga pasien di suruh cek stok darah di lt 5 gedung PDT tiket darah di lt 1 PDT, pasien diberi penjelasan oleh dokter anestasi dan bedah dan disuruh ttd kesediaan menerima resiko apapun. lalu pasien disuruh mencukur rambut kumis kebawah sampai kaki, karena akan diambil urat kaki, utk menghindari infeksi dari rambut.
jam 5 pagi ambil darah. bawa ke lt 4 ruang operasi GBPT. pasien dibawa jam 6. di suruh make baju selembar tanpa celana+baju bawaan. di lt ground, sdh Mnunggu semacam modin utk mendoakan pasien. sampai batas itu , penjenguk sdh tdk dapat bertemu pasien. jam 9 proses operasi dimulai. nampaknya byk antrian yang operasi, sepanjang yg terlihat ada sekitar 10 lebih ranjang yg tersedia. sampai pada jam 2 siang, keluarga diberitahu hasil operasi. lalu jam 4-5 sore wktu jenguk. keluarga dijelaskan kondisi pasien serta disuruh ke laboratorium IGD utk cek darah hsl transfusi dan ke farmasi lt 1 utk ambil resep.
klo pasien sdh sadar : 1. ambl nafas dlm tiup dlm2. 2. batuk2 dehem. 3.kaki di gerak2an.bantal di taruh d atas dada.

Pengalaman opname di RSI A. Yani, Bhakti Rahayu dan RSAL

masuk UGD di RSI utk kesekian kalinya, anak masuk UGD. tensi menunjukkan kisaran angka 37-39. setelah dibawa ke UGD RSI a yani, tensi menunjuk angka 37. Menurut dokter jaga tidak termasuk gawat darurat. Ia menawarkan untuk di cek darah utk mengetahui apakah anak terkena DB atau tidak. Agak aneh menurut sy permintaannya karena DB kalo tdk salah baru ketahuan 10 hari kejadian, selain itu anak sudah jelas panas 39 di rumah dan tangan dan jantung gemetar, namun sy turuti sj. saya mendafatar sebagai pasien umum utk cek darah (bayar 75 ribu). Setelah itu, anak di coblos untuk diambil darah, anak menjerit kesakitan! saya segera ke laborat dan hasilnya tenggorokan ada infeksi. Maka dokter umum menawarkan untuk opname. "La tadi saya kan minta opname juga"nada saya agak tinggi. Dalam hati saya, ini nantinya kan jadi di coblos dua kali (setelah ambil sempel darah lalu untuk pasang infus).
Saya lalu urus administrasi opname BPJS. lumayan cepat karena agak sepi. Biaya laborat dikembalikan karena petugas kasir tahu kalo saya berubah status dari umum ke BPJS. 
Bulan2 itu sepertinya semua rumahsakit dan puskesmas berbenah, memoles diri karena akan menghadapi akreditasi. Pelayanan di RSI A Yani tidak seperti biasanya. Perawat sangat ramah2. Saya tinggal di kamar shofa. Padahal biasanya di ruang hijir Isma'il. 
Dulu di Hijr Isma'il saya berkali-kali opname disana. Perawatnya judes-judes. terutama yang senior. Semaunya sendiri. Hampir mirip dengan di RSAL, cuman di RSAL lebih keras dan ketus, bisa jadi karena watak militernya masih melekat. Jika di RSI saya bisa memilih dokter, maka di RSAL saya tidak bisa memilih dokter untuk merawat anak saya. Di RSI proses membalut infus tangan langsung diberi penyangga kayu, di RSAL tidak. DI RSAL disuntik dulu jarumnya ditangan, selang infus terlihat dlewer karena penyangga kayu baru dipasang ketika dikamar. Di RSI proses menunggu konfirmasi kamar kosong relatif cepat (1-2 jam), di RSAL saya sampai menunggu 3-4 Jam. Perawat di UGD RSI relatif "dekat" dengan balita, di RSAL seperti ketus dan kurang berpengalaman memasang infus karena seperti masih mahasiswa/dokter muda.
Di tahun 2015 an , di RSI untuk opname wajib minimal opname selama seminggu karena untuk proses klaim BPJS mensyaratkan begitu (menurut petugas penerima pasien), sama dengan RS Bhakti Rahayu di Ketintang. Di RSAL tidak mengharuskan pasien opname salama seminggu, jadi meski 4 hari pasien sudah normal, maka boleh pulang.

Terimakasih Uber dan Driver Pak Latif

Saya kali ini harus mengapresiasi betul seorang driver uber bernama Latif.
Ceritanya berawal dari ketika saya akan bertakziyah ke sepupu saya yang meninggal di daerah jagir. Saya memesan Uber. Setelah naik, sepertinya sopir kesusu dan belum sempat menyuruh saya memberi rate dan menstop trip perjalanan saya.
Beberapa menit setelah turun dari Uber, saya baru sadar bahwa HP lenovo saya ketinggalan di mobil uber itu.
Saya bingung, dan setelah browsing beberapa artikel menunjukkan bahwa susah mengharapkan kembali barang yang ketinggalan di moda transportsi umum semacam Uber. Karena sopir adalah berdiri sendiri dalam hal "kepemilikan" mobil. Dalam arti lain pihak perusahaan Uber sudah menegaskan di halaman websitenya
halaman lost item uber

Setelah berlalu sehari, saya pelajari, saya putuskan untuk mengkontak uber seperti gambar diatas, lalu saya masukkan nomer lain milik saya. Sebelumnya saya masuk pada akun email yang terdaftar di aplikasi uber untuk nge'track' trip saya. Selang beberapa menit, pihak uber menghubungi nomer HP yang saya masukkan dalam halaman uber itu, dan saya berhasil berkomunikasi dengan drivernya.
Alhamdulillah respon pak latif sangat baik.
Keesokan harinya saya masukkan lagi nomer HP saya di halaman lost item uber, dan akhirnya nomer HP driver muncul di log/hostori percakapan HP. Kami lalu bersepakat untuk bertemu di rumahnya di daerah kenjeran. Alhamdulillah saya ditemui istrinya. Dan yang paling menakjubkan adalah ketika saya ingin memberi nya sekedar untuk berterimakasih, istrinya menolak.
Pak Latif dan Istrinya membuat saya bergetar. Di Surabaya masih ada orang-orang baik seperti beliau. Semoga Allah memberkati rezekinya dan menjaga keluarganya dari semua marabahaya serta mempermudah segala urusannya.. Amiin
Trimakasih Pak Latif...

Sabtu, 04 Juni 2016

Pembantu Bidan Ulfa

Bidan adalah seorang yang bertugas untuk membantu persalinan kelahiran. Dalam prakteknya, di tempat-tempat bidan ini biasanya ada calon bidan yang sedang PKL, sedang berlatih untuk menjadi bidan profesional. Di jaman sekarang semua diukur dengan uang.
Pembantu-pembantu bidan ini sering bertindak seenaknya. Entah karena gajinya sedikit atau karena memang pada dasarnya mereka pemalas.
Didalam kuitansi persalinan, terdapat biaya-biaya persalinan yang menyebutkan diantaranya : Biaya persalinan RP. 500.000,-. Saya pernah dua kali ke  bidan ini, namun berbeda tarif. Yang pertama saya mendapatkan diskon bantuan persalinan, sedangkan biaya persalinan kedua biayanya membengkak menjadi 700 ribuan. Rinciannya 500 ribu untuk Bidan ulfa, sisanya untuk pembantu bidan yang sedang praktek (biaya mencuci baju, ari-ari, dll)

Dalam prakteknya biaya 500 ribu tersebut seharusnya berimbang dengan pelayanan yang seharusnya diberikan kepada pasien. Pada kenyataanya yang melakukan persalinan, masih melibatkan pembantu bidan yang belum profesional! Bidan Ulfa memaksakan kehendak supaya pembantunya "berlatih" untuk menjahit rahim, menyuntik dan membantu persalinan inti.

Bidan ini sering merujuk pasien untuk melakukan USG di dekat terminal Joyoboyo, juga ke RS Bhakti Rahayu. Dugaan jelas mereka bekerjasama dan mendapatkan fee dari hasil rekomendasinya.

Imunisasi disini bisa dikenakan 30-40 ribu. Padahal di Puskemas imunisasi gratis!!.

Lantas kemana DINKES?

Efektifkah Lampid Surabaya ?

Saya beberapakali menggunakan aplikasi lampid. Yang pertama menggunakan untuk mendaftarkan KK anak baru. Yang kedua mendaftarkan kematian anak.
Tidak ada yang istimewa dari aplikasi ini seperti yang digembor-gemborkan media, terkecuali integrasi NIK dengan data kependudukan. Di atas kertas aplikasi ini luar biasa. Namun karena SDM (mulai RT, RW, Kelurahan yang tidak proaktif, maka aplikasi ini hanya seperti pajangan saja, hanya puji-pujian ketika ada lomba, hanya menyenangkan Bu Walikota Risma ketika ada sebuah kunjungan. Aplikasi ini tidak lebih bualan, mirip dengan sistem antrian yang dibuat untuk puskesmas di Surabaya.
Aplikasi antrian di Puskesmas bila saya coba hari ini, saya mendapatkan antrian +- 10 hari kedepan!!. Lantas apa yang tersisa dari sebuah sistem ANTRIAN ini, bila menunggu 10 hari kedepan. Selidik punya selidik, ternyata aplikasi antrian ini sudah di booking oleh petugas kecamatan selama 10 hari kedepan secara offline. Tujuannya jelas untuk memenuhi porsi offline antrian pasien yang datang langsung di Puskesmas. Sedangkan porsi online dijatah +-10 hari kedepan.. Sial!!
Kembali lagi dengan lampid. Saya sudah mendaftarkan KK baru secara online, namun sialnya ketika sampai di Kelurahan saya disuruh untuk mendatangi RT RW. Ga kebayang kan ribetnya menunggu kedatangan Bapak/Ibu RT RW yang juga sibuk dengan pekerjaan sehari-hari nya. RW saya biasanya datang di kantor setelah habis Isya' , itupun belum tentu ada! Sindiran-sindiran halus untuk mengisi kas RT RW masih saja tertanam dibenak "birokrat" kelas mini ini. 
Pernah saya mengurus surat kematian anak saya di RW, lalu saya lihat ada penduduk yang memberikan uang Rp. 10.000,- ke RW, lantas giliran saya dilayani, saya akan memasukkan ke kas RW, namun secepat kilat dia mengatakan "sini-sini, jangan masukkan ke kotak kas", sambil memasukkan amplop yang saya beri ke bawah mejanya..!! parah
Setelah memenuhi surat-surat keterangan berstempel RT RW lalu saya harus membawanya lagi ke Kelurahan. Baru disini saya dilayani secara "Online" oleh seorang honorer muda yang melek IT.


Untuk kasus pengurusan dokumen kematian, saya hampir 2 minggu tidak ada respon ketika dicek dalam status lampid seperti gambar berikut ini :