Ketika SMA, saya sempat pingsan di atas WC karena mengejan terlalu keras, akibat setelah makan pedas begitu banyak.
Menjelang kuliah S1 semester akhir, saya juga mengalami pendarahan ketika be'ol. Penyebabnya masih sama, yaitu makan pedas (karena di daerah kampus, yang murah cuma ada nasi tongseng pedas untuk ngirit uang bulanan). Ditambah lagi efek kebiasaan minuman
Setelah lulus kuliah, saya berikhtiar untuk memeriksakan ke tabib. Tabib itu adalah Bafar, pengiklan kesehatan wasir yang biasa muncul di TVRI. Saya ke kliniknya di depan tugu pahlawan. Ketika itu kondisi saya sangat drop. Sesampainya di sana, 2 orang yang biasa muncul di TVRI itu sedang makan, dan saya disuruh menunggu. Kondisi saya sudah berjalan sempoyongan dan sambil meringis menahan perih gesekan usus yang keluar diantara dubur.
Setelah makan, adiknya tabib Bafar ini mencolok dubur saya, dan mengatakan:" Ini saya tidak bisa mengobati, silahkan pergi ke Jakarta ke kakak saya, disana akan diobati beberapa minggu. Karena untuk "pemutusan daging" hanya bisa dilakukan di Jakarta". Yang membuat saya tercengang lagi adalah biaya untuk pemutusan daging di Jakarta sekitar Rp. 40 juta karena saya sudah stadium 4.
Biaya untuk colok dubur yang menyakitkan di klinik Bapak-Anak yang bermuka masam dan tidak bisa tersenyum ini seharga Rp. 50.000,- shit
Selang beberapa minggu, saya memberanikan diri untuk minta didaftarkan operasi di RSAL Surabaya. Singkat cerita, saya di periksa dahulu. Setelah antri panjang tiba giliran saya untuk diperiksa. Didalam ruangan ada sekitar 3 pasien yang menunggu didalam. Oleh dokter, saya di suruh berbaring di bilik kamar. Ternyata di dalam bilik itu ada 2 orang pemuda-pemudi berpakaian putih-putih. Mereka lah yang mencolok dubur saya. Secara serampangan pemuda itu mencoloknya. Saya menjerit kesakitan, berucap "Allah-Allah". Dokter asli yang diluar bilik mengingatkan pemuda mahasiswa praktek itu untuk mengerjakannya dengan perlahan saja. Sebelum itu saya lihat dari raut mukanya, mahasiswa praktek itu terlihat jijik.
Saya sendiri pada awalnya menolak untuk di colok, karena ketika itu memang ujung dubur ini sudah membara. Namun dokter memaksa dengan alasan "Bagaimana mau mendiagnosa kalau belum dilihat?!". Belum terfikir saat itu kalau saya cukup mem foto dubur saya dengan kamera HP di rumah, di tempat yang privasinya terjamin, dan hasil jepretan cukup di tunjukkan ketika di RS.
Pada akhirnya saya meminta untuk di lakukan pemotongan daging yang menyembul dengan (sebut saja) sistem "benang karet". Dokter sebenarnya menyarankan dioperasi saja. Karena saya belum siap, maka dokterpun meng iya kan permintaan saya. Saya pun disuruh masuk ke ruang "operasi kecil". Operasi kecil itu biasanya digunakan untuk proses-proses ringan seperti sunat, penjahitan luka-luka ringan, dll termasuk operasi ambein "benang karet" ini.
Di ruangan itu saya ditangani oleh dokter profesional, proses pengoperasian dilakukan dengan relatif lebih lembut ketimbang yang dilakukan mahasiswa praktek tadi. Prosesnya kurang lebih 15 menit, yaitu dengan memasukkan benang karet pada benjolan daging-daging ambein yang keluar, sehingga diperkirakan setelah 3 hari, daging itu akan mengering dan lepas dengan sendirinya.
Saya pun pulang dan setelah 2 hari ternyata benang itupu lepas, mungkin karena proses mengejan saya terlalu keras, sehingga gelang-gelang karet itupun lepas.
Tekad pun membulat untuk dilakukan operasi (potong daging). Saya harus opname, puasa sehari sebelum operasi. Diruang kelas 3 diisi oleh 6 orang pasien. Ada bermacam-macam pasien mulai TNI sampai orang sipil. Hanya saya yang mau dioperasi ambeien. Malamnya saya disuruh minum semacam jamu untuk mengeluarkan isi perut saya. Keesokan paginya saya juga harus be'ol mengeluarkan seluruh kotoran dan diberi selang untuk disodok lewat dubur (saya lakukan sendiri tanpa bantuan perawat di kamar mandi RS).
Orang tua menangis, karena waktu operasi sudah dekat. Sambil mengantar sampai ujung pintu ruang operasi, saya pun memperbanyak do'a.
Di Ruangan operasi, tepat jam 10 pagi, ada 3 dokter seingat saya. Beliau mempersilahkan saya duduk terlentang dengan kaki membuka. Lutut saya disandarkan pada pengait kursi seperti ayam mau dipanggan. Sarung yang saya pakai disuruhnya agak dibuka. Dokter mulai menyuntik 2 suntikan bius, namun saya masih merasa kesakitan ketika dicubit pada bagian yang akan dioperasi. Setelah suntikan ke 3, saya mulai merasa mengantuk. Mata sudah mulai berawan, namun pendengaran masih bisa menangkap percakapan sedikit demi sedikit. Secara tiba-tiba, sekelompok orang (perkiraan saya ada sekitar 10-an orang mahasiswa praktek) berdatangan mengerubungi saya. Ada yang membawa buku dan bolpoin, ada yang memotret dengan kamera HP. Namun apa daya, saya sudah tidak punya tenaga untuk melawan kondisi malu itu karena saya sudah di bius.
Perkiraan saya operasi berlangsung selama 15-20 menit. Saya langsung dibawa di ruang pendingin. Ruangan ini berasap, dingin. Ada banyak pasien yang ada disana. Berkisar 10-15 pasien yang sudah dioperasi. Ada yang mendesah, mengerang-erang, dan ada yang masih tertidur terkena efek bius. Dalam hati saya terus melantunkan sholawat dan do'a.
Sedatangnya di kamar, saya tertidur sampai sore hari. Sore hari, saya baru merasakan sakit-perih pada bagian yang dipotong. Saya harus memutar-mutar tubuh saya untuk mencari posisi yang tidak menambah perih pantat saya. Saya meminta bantuan kakak saya untuk dibelikan es batu, supaya pantat saya dingin. Masih belum dingin juga, saya meminta dibawakan kipas. Sarung saya saya buka bagian bawah dan saya arahkan kipas kedalam sarung. Teman-teman sekamar berkelakar, kalau bau nya menyebar. Dalam kondisi sakit seperti itu, saya hanya bisa menyengir. Hari kedua setelah operasi saya tidur diluar ruangan, karena merasa tidak enak sama teman-teman sekamar, menertawai saya. Makanan disediakan hanya berupa bubur ringan, supaya saya tidak be'ol dulu karena jahitan masih belum kering. Saya juga meminta tambahan bius, supaya sakit-perih menghilang.
Hari ketiga saya sudah bisa kentut. Tanda saya boleh pulang.
Alhamdulilah setelah sekitar 2 minggu saya merasa sembuh. Rasa aneh pada kelenturan "klep" dubur setelah dioperasi, memang sangat terasa. Ketika be'ol, proses penge"rem"an dan pengeluaran kotoran tidak seperti awal mula ketika sehat. Memang ciptaan Allah sungguh sempurna. Baru akan terbiasa dengan kondisi demikian sekitar 3 bulanan.
Setelah sekitar 2 tahunan, saya kembali berdarah. Ambeien kumat lagi. Yang saya rasakan setelah 6 tahun kemudian kembali ke level 4.
Penyebabnya adalah : kerja terlalu berat (angkat-angkat), makanan pedas, kopi, daging.
Semoga pembaca yang sedang berpenyakit sama dapat mengambil hikmah pada pengalaman saya ini. Untuk pembaca yang masih sehat, bisa meng"hargai" orang yang berpenyakit ambeien dan tidak menertawakannya.
Saat ini saya selalu mengoleskan salep ambeien setelah be'ol untuk mengurangi rasa sakit dan mensterilkan daging usus yang terluka